Penuh
wisata alam datuk, 2019 |
Tiga
hari perhelatan akbar menulis bebas dari kepala. Tiga hari pula alpa menulis. Memang
benar ya, sesuatu itu perlu dipaksa. Supaya terbiasa. Sejatinya dilahirkan
memang malas melakukan. Begitu banyak goal
yang dirapalkan. Terutama awal tahun. Menulis goal ini dan itu di berbagai kanvas. Buku harian dan media sosial.
Tujuannya sederhana. Supaya ingat dengan semua. Lazimnya yang telah dilisankan
acap susah diingat. Terlebih untuk seorang pelupa. Kamu satunya. Memilih
menulis. Supaya dapat mengingat. Sekarang menulis jarang. Sejak perhelatan
menulis usai. Kamu berhenti menuangkan kata. Tak tahu kapan. Menulis lagi.
Sebelum
tidur, menyesal dengan hari ini. Menyesal dengan diri yang belum juga mulai
menulis. Juni sudah berlalu tiga hari, belum ada satu tulisan yang diterbitkan
di sana. Setiap saat hari ini berhasil dilalui tanpa tulisan, marah dengan diri
pun dilakukan. Kenapa tidak jua menulis? Katamu ingin seperti mereka. Punya
tulisan apik dan penuh informasi. Sementara yang dikerjakan? Dua hari alpa
menulis. Cuma plangak-plongok di rumah tak menghasilkan.
Scrolling media sosial terus-menerus. Tak ada
faedah yang didapat. Justru seketika hasad melihat postingan. Sebaper itu. Sesensitif itu. Bertanya ke diri “Sebenarnya mereka yang riya, atau kamu yang
hasad?” Pikiranmu yang kotor menjawab, mereka riya. Sementara yang
sesungguhnya, kamu hasad. Sedari dulu, berdoa dijauhkan. Bagimu, penyakit ini
pelik dihindarkan. Entahlah. Otakmu jahat dengan diri sendiri pun dengan orang
lain. Tetapi, memendamnya sendiri. Berkata-kata sendiri. Tak bercerita secara
langsung. Isi kepalamu penuh dengan serapah serta makian.
Malam ini, mencoba menulis. Walau tulisan sangat tak elok untuk dibaca. Kendati, hanya ingin bercerita, lalu menuangkan ke dalam tulisan. Kamu yang pongah, juga ingin didengarkan. Sulit menuturkan cerita secara lancar. Tak mau digelari “lemah” Menulis adalah jalan. Bagimu yang tak bijak di saat bercerita. (❤ YD)
Comments
Post a Comment