Telpon?


Jambi 2018, dikirimkan olehnya

Tarawih baru saja usai. Percakapan kalian baru dimulai. Malam waktu yang tepat untuk bertukar pesan. Sekadar ingin menanyakan kabar tujuannya. Ini malam minggu. Dahulu sebelum pandemi, muda mudi bersiap bertemu kekasih. Tidak dengan kalian. Bagi kalian, dulu dan sekarang tetap ada sekat. Berjarak sudah biasa. Ribuan kilometer bukan alasan. Kalian hebat. Kalian kuat. Cita-cita kalian serupa. Hidup bersama dengan yang kalian cinta.

Malam ini, ponselmu kembali bergetar. Pesan dari kekasih nun di bagian tengah Sumatra barusan tiba di sana. Kamu tersenyum melihat namanya. Kamu mengernyitkan dahi membaca pesannya. Kamu tidak tahu artinya. Lantas, mencari tahu. Kamu tersenyum ketika tahu.

“Hola mi amor.”

“Halo Abangku.”

“Halo adekku.”

“Hadeh.”

“Kenapa, kenapa, kenapa?”

“Enggak ada. Halooo terus sedari tadi. Berasa lagi nyanyi.”

“Lamo indak basuo.”

“Ah enggak, kok. Baru dua bulannya.”

“Hm menghitung hari, ya. Tipikal wanita banget.”

“Kan ada lagunya.”

“Lagunya siapa?”

“Lagunya Anda.”

Chat ini jangan berakhir jam segini dulu. Yuk ngobrol yuk!”

“Mau ngobrol apa?”

“Kudengar curahan hati terdalam.”

“Telpon?”

“Boleh.”

Sekarang kalian beralih. Bercerita melalui telepon. Suaranya kerap jadi prolog yang dirindukan. Suara basnya  jadi penenang di kala dunia tak menyenangkan. Malam ini, kalian tidak banyak bercerita. Kamu lebih dulu terdiam. Kehabisan topik katamu. Tidak dengannya. Ia tak kehilangan akal. Menghibur dengan bernyanyi sering menjadi pilihan. Kamu tersenyum mendengar suaranya. Kamu merindukannya.

Lagi-lagi, kamu menjadi pendengar aktif. Ia semangat bercerita. Tidak denganmu. Kamu enggan berbicara. Malam ini, kamu banyak terdiam. Ia kehabisan topik. Begitu pun kamu, sejak tadi terdiam. Halo dan halo hingga bosan di akhir.

“Kapan kita live Instagram bareng kayak orang-orang?”

“Biar apa?”

“Ria aja.”

“Enggaklah. No ria.”

No ria-ria club.”

Malam ini, pembicaraan di telepon cepat sekali usai. Empat puluh empat menit, enam belas detik. Kamu meminta maaf. Diam selalu menemani. Kamu ingin bercerita banyak. Kamu segan. Dua tahun berkenalan. Kamu masih sungkan. Percakapan selesai. Kamu meminta maaf. Ia memaafkan. Malam ini, kamu menyesal. Kamu kesal dengan dirimu. Tumben. (❤ YD)

Comments

Popular Posts