Qoyyah
![]() |
poninya si Idoy melehoi Dunia Terbalik |
Balita
ini, makin hari, makin banyak saja kosakata
yang hadir dari bibir mungilnya. Celoteh sana pun celoteh sini tak henti dilisankan.
Seusai tarawih, seperti biasanya Qoyyah datang ke rumah. Sekadar ingin bermain
dengan ibuk dan omnya.
Malam
adalah jadwal rutin saya di kedai. Malam ini, bukan Om Udin dan bukan Buoya.
Melainkan sayalah yang dipilihnya untuk menjadi teman bermainnya. Ia memilih
ikut menjaga kedai dan berjualan. Tentu setelahnya, Qoyyah langsung
ber-dia-lo-gue secepat kilat dengan drama yang ia cipta.
Drama pertama
“Buiya
itu apo?”
“Kotak
ubat, Nak.”
“Oyyah,
ndak main doten-doten macam Buk Dewa tuh. Buiya, ecek-eceknyo sakitlah. Biak Oyyah
yang ubat Buiya nanti.”
“Haha
iyo-iyo. Buk, kaki saya sakit nih. Kena paku. Saya beli obatnya satu ya, Buk.”
“Ini
Buk, ubatnya. Halganya lima atus ya, Buk.”
“Ini
uangnya, Buk. Sini ubatnya biar saya makan, Buk. Aiii pait ubatnya Buk. Tak ada
yang manis ubatnya, Buk? Hidup saya kadung pahit sedari dulu, Buk.”
“Ini
Buk, silup manis untuk Ibuk.”
*****
Drama Kedua
Setelah
memerankan drama sebagai dokter selesai. Lalu, Qoyyah beralih ke drama
berikutnya, yakni jualan kebab.
“Buiya,
ini tisu sapo?”
“Ini
tisu Om Udin. Ngapo, Nak?”
“Oyyah
minta satu yo, Buiya?”
“Ambeklah.
Tapi, jangan banyak-banyak yo. Nanti marah Om Udin.”
Sembari
berbicara, Qoyyah melebarkan selembar tisu
yang baru saja dimintanya ke saya di atas meja.
“Oyyah
ondak buat kebab, Buiya.”
“Haaah?
(ngakak) Oyyah ondak jual kebab jugo
yo?”
“Iyo,
Buiya. Buiya bolilah kebab Oyyah!”
“Aiii,
di mano Oyyah tengok uang jual kebab?”
“Di
pokan tuh, samo Amik dan samo Pak Lang.”
“Buiyaaa,
bolilah kebab Oyyah!”
“Buk,
saya beli kebabnya satu ya. Pedas, banyak saus dan dagingnya. Cepat ya, Buk!”
“Ibuk
kebabnya pedas? Pakai cabat? Pakai saus? Pakai kecap? Tunggu ya, Buk!”
“Buk,
kok lama kali kebab saya siap? Saya mau pulang cepat ini ke rumah. Anak saya dah
nangis.”
“Tunggu
bental ya, Buk. Masih panas kebabnyo. Ini Buk kebabnya.”
“Berapa
total semuanya, Buk? Jangan mahal-mahal ya, Buk.”
“Sepuluh
libu alganya, Buk.”
“Ini
uang saya ya, Buk.”
*****
Drama
jualan kebab usai. Tanpa sadar, Qoyyah menarik napasnya dalam-dalam. Pikir saya di saat itu, anak ini pasti kehausan. Dari tadi berbagai
kalimat diucapkan tanpa jeda. Saya memberikannya minum. Dan benar, air putih
yang diberikan seketika habis.
Ketika
menoleh ke arah belakang, Qoyyah melihat beragam potong rentengan sampo, kopi
saset, SKM, dan detergen yang tersusun di rak. Lagi, ia bertanya dan mengajak
saya untuk bermain drama yang lainnya.
“Buiya,
itu apo?”
“Yang
mano, Nak?”
“Itu
yang di belakang, Buiya,” sembari tangannya menunjuk ke arah yang dimaksud.
“Oh.
Itu sampo, kopi Wak Bibi, susu, molto dan detergen untuk cuci baju Oyyah.”
“Oyyah
pinjam yo, Buiya? Oyyah ondak main jual-jualan.”
“Iyo
ambeklah, Nak. Nanti kalau udah siap main disusun lagi yang rapi yo.”
“Iyo,
Buiya.”
Kemudian,
ia mengambil beberapa potong rentengan yang ada di rak. Secara horizontal, Qoyyah
menyusun barang-barang tersebut dengan rapi di atas meja. Bak seorang pedagang
yang tengah mengadakan obral. Qoyyah menggelar dagangannya di atas meja. Bersiap
menanti orang yang akan membeli barang dagangannya.
“Buiya,
Buiya, bolilah jualan Oyyah.”
“Cemano cara Buiya bilang bolinyo samo Oyyah?”
“Gini
Buiya bilang samo Oyyah nanti. Aiii ado uang jualan bolilah awak.”
Mendengar
Qoyyah berbicara seperti itu, sontak saya tertawa dan mencubit pipinya. Gemas melihat
tingkah dan bijaknya ia di saat berbicara. Betapa tidak, anak berumur 3 tahun mengajarkan
saya bagaimana dia-lo-gue yang seharusnya
dilafalkan untuk pertama kalinya ketika melihat seseorang berjualan.
Dan
lagi, kelucuan berikutnya, Qoyyah menyebut dengan kata ‘awak.’ Alih-alih ia ingat
betul, bahwa panggilan diri yang kerap saya ucapkan adalah awak. Lantas, saya
menuruti perintah sesuai dengan arahan yang diberikan ke saya.
“Oyyah.
Ecek-eceknyo Buiya datangnyo dari luar kodai yo, Nak?”
“Iyo,
Buiya.”
“Aiii,
ado uang jualan bolilah awak.”
“Beli
apa, Buk?’’
“Buk,
saya beli sampo satu, susu satu, kopi Wak Bibinya satu.”
“Ini
Buk belanjanya.”
“Berapa
total semua belanjaan saya, Buk?”
“Ini
limo atus, ini sibu, ini sepuluh libu,” sambil memegang sampo dan tak lupa
meletakkannya di depan kaleng yang dialihfungsikan olehnya sebagai mesin barcode scanner.
“Sampo
yang Oyyah lotak di dokat kaleng tuh biak apo, Nak?”
“Ini
yang macam di Indomalet tuh, Buiya.”
“Haha
iya, Buk. Berapa totalnya semua, Buk?”
“Totalnya
dua libu, Buk.”
“Ini
Buk, uangnya. Terima kasih ya, Buk.”
“Sama-sama,
Buk.”
Kembali
ia meminta minum kepada saya dikarenakan haus yang tak berkesudahan sejak tadi.
“Buiya,
Oyyah ondak minum.”
“Kojap
yo, Buiya ambek di belakang.
“Iyo,
Buiya.”
“Ini
minum Oyyah.”
“Glep
glep glep. Adoiii, loteh Oyyah, Buiya,” dengan napas ngos-ngosan.
“Iyolah
apo tak loteh. Becakap ajo pulak kojo Oyyah dari tadi.”
“Buiya,
Oyyah ndak balek. Ndak datang Amik. Rinduuu Oyyah dengan Amik.”
“Haha
iyo. Kojap Buiya pakai selop dulu yo, Nak.”
(❤ YD)
Hahahaha masya Allah oyyah. Sehat2 nak :D
ReplyDeleteAamiin. Uak gitu juga ya 😄
DeleteHahah uwak bah. Ialah
DeleteHaha terima saja
Delete