Penjahit yang Sering PHP Lahir dari Pelanggan yang Juga Suka PHP
![]() |
Gustavo Fring via www.pexels.com penjahitnya cantik betul :) Begitu tulisan saya “Penjahit Adalah Tukang PHP Nomor
Wahid di Dunia” terbit di Terminal Mojok, sejak hari itu pula
pro dan kontra dari kalangan penjahit datang ke saya, di antaranya dari teman
kuliah dan yang paling ngeri adalah keluarga saya sendiri. Mereka bilang, saya
terlalu mengada-ada di tulisan tersebut. Padahal yang saya tulis cuma apa yang
lihat sehari-hari. Salah satu yang paling tidak terima
adalah omak saya. “Aku menjait nggak macam itu kali yo.
Kalau aku pandai nulis macam kau nih, udah kubalas tulisan kau ini yo.” “Leh, Omak baper dio baco tulisan
awak.” “Kau tulis pulaklah tentang duka
menjadi penjahit.” “Nanti yo, Mak. Kalau selero nulis
lagi.” Atas permintaan orang dalam, yakni
omak saya sendiri, saya susun tulisan tentang duka apa saja yang selalu
diterima oleh penjahit. Saya ingat, para penjahit tidak hanya tukang PHP,
mereka sendiri juga korban PHP dari pelanggan-pelanggannya tercinta yang selama
ini sudah dianggap sebagai saudara sendiri. Jika sebagai anak penjahit sedari
kecil saya sudah khatam drama yang sering dibuat si penjahit, saya juga hafal betul
drama apa saja yang acap kali dibuat pelanggan mereka. Bukan tidak pernah saya
ikut emosi dengan tingkah dan tetek bengek yang mereka cipta. Sesungguhnya
setiap saat melihat perangai yang mereka lakukan kepada penjahit seketika itu
juga saya gondok. Kalian kok tega haaa? Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #1 Pelanggan
yang ambil baju tempahannya dulu, selesai acara baru membayar ongkosnya Sekarang ini, orang-orang yang salah satu rumpunnya mau menikah akan nempah baju dengan skala besar. Mereka menempah baju secara kompak dalam satu keluarga biar terlihat keren. Penjahit yang menerima orderan tersebut langsung bahagia karena menerima order borongan. Tapi…. Baca Juga: Penjahit Adalah Tukang PHP Nomor Wahid di Dunia “Bunga, baju pesta kalian sekeluarga
udah siap nih. Bilo ondak diambek bajunyo?” “Oh iyo, Buk. Nanti potang kami
datang. Soalnyo baju itu ondak dipakai pesta besok.” “Sekalian Bunga, total semuo upah
bajunyo Rp2.000.000 yo.” “Buk, kato Omak baju ini diambek dulu
yo. Nanti siap pesta baru dibayar Omak upahnyo.” *Tukang jahitnya menangis* Ketika mendengar kalimat tersebut si
penjahit langsung kesal. Jerih payah dan keringatnya ternyata baru akan dibayar
setelah pesta usai. Padahal nih ya, kita tuh nggak boleh membayar upah
seseorang di saat keringat mereka telah kering. Tapi, berdasarkan kisah di
atas, iya kalau si pelanggan yang nempah baju sehabis pesta dapat untung dari
uang cemetuk nikahan. Lah, kalau rugi? Yang bayar upah jahitnya siapa? Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #2 Pelanggan yang
nggak punya modal banyak buat nempah baju Ini juga sering terjadi pada
penjahit. Si pelanggan yang mau nempah baju, sebut saja baju kebaya, otomatis
harus menggunakan kain lapis. Lantas, si penjahit menyuruh si empunya untuk
membeli furing bajunya. Tapi, apa yang diterima si penjahit? Si pelanggan malah
nyuruh si penjahit saja yang membelinya. Kalau si pelanggan langsung ngasih
uangnya sendiri sih enak. Kenyataannya justru menggunakan uang si penjahit. Iya
kalau si penjahit punya uang terus. Kalau beliau juga nggak ada modal. Terus
piyeee? “Bunga, baju kau ini kan pakai
furing. Nanti boli kainnyo sekitar satu meter setengah di toko kain H. Iman
yo.” “Aiiih, tak ngoti aku, Buk, boli
kainnyo. Ibuk ajolah yang boli yo. Pakai duit Ibuk dulu, nanti aku bayar
duitnyo sekalian samo upah bajunyo, Buk.” *Tukang jahitnya menangis* Contoh pelanggan yang PHP kepada tukang jahit #3 Pelanggan
yang grasa-grusu di awal, ketika bajunya sudah siap, dia pura-pura amnesia buat
ambil bajunya Ini juga salah satu model pelanggan
yang bikin saya langsung naik tensi. Di awal nempah baju, beliau bilang dengan
mulut sok manisnya itu bakalan ambil bajunya kalau sudah siap. Selain itu,
beliau juga heboh mendatangi rumah si penjahit setiap hari karena saking
takutnya baju tersebut nggak siap. Namun, ketika baju sudah selesai dikerjakan,
ia seakan-akan amnesia dengan tempahannya. Ketika si penjahit menyuruhnya untuk
mengambil baju tempahannya, ada saja alasan yang keluar dari mulutnya itu. “Bunga, baju yang ditompah semalam tuh udah
siap. Bilo ondak diambek?” “Iyo, Buk. Kalau nggak ado halangan
nanti malam aku ambil bajunyo, Buk.” “Bunga, udah seminggu lewat, ngapo
bolom diambek jugo bajunyo? Ibuk polu duetlah. Ibuk jaet baju kau nih pakai mudal.
Nggak gratis. Tolonglah ngoti siket.” “Sabar yo, Buk. Aku lagi di Medan.
Duo hari lagi aku balek. Tak mungkinlah tak aku ambek bajunyo. Takut ajo Ibuk
nih.” *Tukang jahitnya menangis* Berdasarkan kisah di atas juga observasi saya selama ini kepada penjahit dan para pelanggannya yang banyak gaya itu, saya belajar bahwa, “Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai nantinya.” Kalau kita nggak mau di-PHP-in, maka jangan sekali-kali nge-PHP-in orang juga. Eh gitu kan maksud peribahasa tadi? (❤ YD) Tulisan ini sudah pernah terbit di Terminal Mojok. Silakan klik tautan ini! ;) |
Comments
Post a Comment