Mika


di rumah, 2020

Subuh itu, azan belum berkumandang. Ibu berteriak heboh membangunkan kami yang tengah tidur di kamar. Saya masih ngantuk berat. Tidur larut masih belum bisa dihindarkan. Scrolling media sosial kerap dilakukan. Tidak jarang jari letih sendiri. Selagi baterai ponsel masih banyak, saya tetap klik tautan ini dan itu. Agar tidak ketinggalan info sedikit pun. Esoknya kembali sesal penuh kesal.

“Hei, anak-anak, bangun kalian, bangun! Itu lihat dulu si Mika mulutnya berbusa.”

Kami bangun tergopoh-gopoh dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya. Melihat Mika seperti itu, hilang sudah rasa ingin ke kamar mandi, walau cuci muka sekalipun. Ayah baru saja pulang dari melaut. Sejak tadi membantu Mika, membantu sebisa yang dimampu. Meski tetap tidak yakin. Mulut Mika berbuih, badannya penuh lumpur. Mika bergerak tak keruan.

“Mika, Mika kenapa? Kok jadi gini, Nak?”

Tak ada suara mengeong yang keluar dari bibir pink-nya. Mika menahan kesakitan. Mata Mika berkaca-kaca. Mika minta dibantu. Kami membantu semampunya. Ayah, mengelap tubuh Mika yang basah dan bulu yang penuh luluk. Sedu hati melihat Mika seperti itu. Mika yang paling lucu di antara semuanya. Justru kali ini ia yang paling kesakitan di antara saudaranya.

“Mika kenapa, Bu?”

“Sakit. Sejak subuh badannya gemetaran. Tadi malam dia tidak tidur di rumah.”

Ayah bertemu Mika dengan kondisi menyedihkan tepat di belakang rumah. Mika masih kesakitan dengan mulut penuh busa. Selang 15 menit, Mika berpulang dengan tenang. Rasa sakit yang dialami tak dapat lagi ditahan. Hari belum terang, dan Mika harus berpulang lebih awal. Bahkan sebelum tuannya.

“Mika meninggal?”

“Iya, tadi subuh.”      

“Kata Uak, si Mika ikut makan racun tikus yang dibuat tetanggamu kemarin malam.”


(❤ YD)


Comments

Post a Comment

Popular Posts