Berpulang
6 Syawal 1441 H |
Jumat
pertama di bulan Syawal. Hujan turun deras. Semesta seolah-olah berduka. Turut
melepas kepergian. Kemarin, salah satu cucu Haska berpulang. Pulang untuk
selamanya. Anak baik tak banyak celoteh. Menghadap Sang
Pencipta. Berpulang lebih dulu. Dari kami, saudaranya. Allah lebih menyayangi. Sakit
yang dirasakan, kini telah lenyap. Bersama ia, yang juga menghadap Sang Pencipta.
Faisal
Ramadhan. Anak keenam dari tujuh bersaudara. Lelaki yang tengah beranjak
remaja. Badannya tinggi menjulang. Kuning langsat kulitnya. Tahun ini, semestinya
naik ke kelas XII. Namun, Allah punya kehendak lain untuknya. Ia harus berhenti.
Berhenti untuk selamanya. Mesti melanjutkan perjalanan lainnya. Ia dipilih
lebih awal bertemu Sang Pencipta. Ia berpulang tepat di 5 Syawal 1441 H.
Sedari
kemarin sore, kamu dan keluarga besar sudah tiba di rumah duka. Mendapat kabar
ketika sedang bersilaturahmi di rumah kepala sekolah. Kakak sepupu memberi
kabar. Dikirimkan melalui gawai sepupu, yang juga berkunjung ke rumah kepala
sekolah. Bersengaja tak membawa gawai. Tak ingin heboh dengan gawai. Tanpa
memedulikan sekitar.
Rencana
ingin bertamu ke rumah guru lainnya. Seketika dibatalkan. Pamit lebih
awal. Pulang. Kalian melawat selepas berkunjung.
Sesampainya di sana, bendera hitam dan teratak sudah kukuh terpancang di depan
rumah. Merinding. Sedih. Bulan Syawal tahun ini berduka. Satu cucu Haska berpulang untuk
selamanya.
Masuk
ke rumah, menyalami uak yang tengah menangis. Tak tega. Mengambil posisi duduk di sebelah adik
sepupu. Mendengar ia menuturkan cerita. Perihal adiknya yang barusan berpulang.
Seketika, air mata tumpah mendengar cerita. Adiknya berpulang tepat pada pukul jam
dua siang. Sebelum berpulang, pukul dua belas siang, masih ber-video call-an dengan adik dan para kakak
yang selalu siap sedia menjaga adiknya di rumah sakit. Ia dan ibunya sempat bercerita bersama adiknya. Sebelum berpulang, adiknya mengigau. Bercakap
tak keruan.
Uak
bercerita, selama dua hari belakangan, ia kerap memimpikan anak lelakinya. Begitu
merindukan. Ingin berjumpa. Hampir dua puluh hari tak berjumpa. Beragam rumah
sakit telah disambangi. Rumah sakit kecamatan, kabupaten, bahkan rumah sakit di
kota pun turut. Demi kata ‘sembuh.’ Tetapi, tak bertahan lama. Sakit yang dirasakan tak bisa dilawan. Sudah menguasai. Kini, sakit itu membawanya pulang. Berpulang
lebih dulu. Menjumpai Sang Pencipta.
Selepas
isya, mobil ambulans sampai di rumah. Isak tangis pecah. Terdengar dari rumah
dan para kakak yang barusan keluar dari ambulans. Semua menangis. Melihat anak lelaki
remaja itu. Ia tiba, bukan dengan badan yang sehat. Kendati, ia tiba dengan badan
yang sudah terbujur kaku. Tak bernyawa. Terbaring di atas tempat tidur
ambulans. Badannya tinggi menjulang.
Kalian
semua menyambut kedatangannya. Menyambut kepulangannya dari kota. Walau yang
diterima cuma seorang Madan yang telah tiada. Menangis melihatnya. Anak lelaki
baik, jarang keluar rumah, kecuali pergi ke sekolah. Saat ini sudah
berpulang. Selama-lamanya. Sakit yang dialami, tak lagi dirasakan. Lepas. Sekarang, ia lebih dahulu bertemu dengan-Nya.
Bulan
Ramadan baru saja pergi. Faisal Ramadhan, anak lelaki yang lahir di bulan Ramadan
juga ikut berpulang. Berpulang di bulan Syawal yang penuh kemenangan.
Satu
persatu berpulang.
Satu persatu menghilang.
Pada
akhirnya semua akan pulang.
Entah
pulang untuk sementara ataupun selamanya.
Dan
di tanggal ini, berpulang untuk selamanya.
Kini,
namamu hanya dikenang.
Yakinlah,
namamu lekat di ingatan, kami.
Selamat
jalan, Faisal Ramadhan.
(❤ YD)
Comments
Post a Comment