Nasib Sarjana PPG yang Katanya Nggak Pintar-pintar Amat Saat Mengajar
mentatdgt via www.pexels.com |
Akhir-akhir
ini lini masa Terminal Mojok isinya
tentang kampus dan jurusan terus. Di mana mereka semua sibuk membandingan
kampusnya dengan kampus A,B atau C. Dan nggak heran, ada salah satu penulis Terminator yang membandingkan kampusnya dengan
kampus sebelah, sampai dipanggil oleh pihak rektorat. Sebegitunya mereka. Ini nih,
yang menjadi alasan saya ngerasa takut ketika akan menulis, terlebih lagi yang
bernuansakan satire. Lemah, Yul~
Fyi,
saya nggak akan membandingkan kampus saya dengan kampus sebelah. Soalnya kampus
saya semasa S-1 itu swasta. Dan nggak famous
pula. Mungkin ketika dijelaskan akan banyak paragraf yang dituliskan agar people pada tahu, ini loh “Universitas
Muslim Nusantara Al-Washliyah Medan aka UMN-AW.”
Biasanya mereka menyebut kampus saya itu dengan sebutan USU (not Universitas Sumatera Utara) melainkan
Universitas Samping UNIVA. Ya, kampus saya bersebelahan dengan Universitas
Al-Washliyah Medan.
Mari
lupakan sejenak tentang kampus. Kali ini, saya justru akan bercerita perihal
Pendidikan Profesi Guru atau PPG. Cek ombak dulu aaah. “Halooo mahasiswa PPG
seluruh Indonesia. Serdiknya sudah keluar belum? NRG-nya sudah terbit belum? Uang
sertinya udah cair nggak? Sudah dapat 24 jam-kah ngajar di sekolahnya sekarang?
Atau masih pengangguran sejak tamat PPG? Sabar ya, kita semua sama kok,
sama-sama ngenes nasibnya cqcq.
Sebagai
alumni PPG Prajabatan yang dibiayain pemerintah juga kedua orang tua saya
tentunya. Ada begitu banyak asumsi yang kerap kali saya terima dari orang yang
cinta akan dunia. Ya, salah satunya ini, “Enak ya udah PPG. Gratis pula. Bentar
lagi cair dong duit sertinya.” Kawaaan, bergabung dan lulus dari PPG itu nggak
semudah mulutmu yang ngomong itu ya. Ada banyak perjuangan yang harus saya dan
teman-teman lakukan di sana. This 1!1!1!
PPG adalah pendidikan tinggi setelah program pendidikan sarjana
yang mempersiapkan mahasiswanya untuk memiliki pekerjaan dengan syarat keahlian
khusus dalam menjadi guru. PPG ditempuh selama setahun, setelah seseorang
dinyatakan lulus dari program sarjana kependidikan maupun non sarjana
kependidikan. Ini semua tertuang jelas pada Permendikbud No. 87
tahun 2013 tentang PPG
Prajabatan.
Beruntungnya, berkat usaha dan doa yang terus menerus dilakukan, saya
terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa dari Kemenristekdikti pada tahun
2017 yang lalu. Yakni, mengikuti program ini selama setahun penuh secara
gratis. Btw, untuk mendapatkan
program ini ada serangkaian tes yang harus dilalui terlebih dulunya.
Nggak jarang PPG membuat saya menjadi kuat sekaligus cengeng. Dikarenakan
gagal UTN sebanyak dua kali. Padahal sudah berjuang bersama-sama selama
setahun. Eh, tetap saja ditinggal mereka yang nyatanya lulus duluan. Ada yang
tumpah, tapi bukan banjir, melainkan air mata saya yang berderai ketika ngelihat
kalimat “Tidak lulus uji pengetahuan.” Di website-nya
UKMPPG. Perih.
Menjadi mahasiwa PPG yang nantinya akan memperoleh Gr. di akhir
program, tentu nggak mudah. Serangkaian kegiatan harus dilakukan seperti; Workshop dari SSP 1 hingga SSP 6, peer teaching, formative test, PPL selama 3 bulan di sekolah berbeda, nulis PTK
yang nantinya akan disidang oleh dosen penguji, ikut KMD, bela negara dan terakhir
yang paling menakutkan, yakni nulis diary
of PPG. Ini juga penentu kelulusan loh haha, nyatanya hoax.
Padahal nih ya, yang menentukan kelulusan adalah tetap hasil akhir
UTN bukan diary of PPG, bukan tat
twam asi, bukan tugas refleksi diri yang setiap kali ditulis ketika selesai
melakukan kegiatan di luar kampus, bukan kehadiran pesta budaya apalagi
kehadiran di saat senam yang sering kali dilakukan tiap Sabtu. Ini hanya
ancaman agar saya tetap hadir ke kampus dan tentunya biar makin sehat jiwa
raga. Hadeeeh. Saying no rebahan ya
selama PPG.
Mengikuti PPG itu, ibarat seperti sedang berkuliah S-1 di kampus
negeri, masuknya susah dengan berbagai tes, eh keluarnya lebih susah dengan segala
dukacita. Khususnya untuk orang-orang yang belum lulus UTN pada periode pertama
seperti saya. Ketika dinyatakan nggak lulus UTN, saya harus ikut ujian ulang. Dan
otomatis berbayar, yakni sebesar 300 K. Di mana no rek tempat membayar uang
ujian beda bank. Jadinya ya, bayar biaya admin lagi wqwq.
Katanya lulusan PPG juga bakalan lekas memperoleh Tunjangan
Profesi Guru (TPG). Mudah sih, kalau sudah
punya jam ngajar sebanyak 24 les, sudah punya NRG juga dan tentunya sudah
terbit Surat Keputusan Tunjangan Profesi (SKTP). Lulus PPG aja susahnya pakai
banget. Eh, mau cair uang serti juga susahnya berkali-kali. Ya, kalau saya sudah
punya itu semua, lah jika masih nganggur di rumah, sama aja nggak guna itu
serdik.
Ada juga yang bilang, “Lulusan PPG enak ya pas ikut seleksi CPNS. Soalnya
kalau mereka lulus SKD dan melaju ke tahap SKB bakalan auto CPNS tuh. Sebab serdik yang dimiliki akan memberikan skor
maksimal ketika SKB.” Dan ini nih, yang jadi pro kontra di antara sesama lulusan
Sarjana Penuh Derita—S.Pd. Again, “Seharusnya
yang sudah punya serdik itu, janganlah ditandingkan dengan yang belum punya
serdik, auto kalah dong kami semua.”
Katanya serdik itu sebuah 'privilege' untuk lulusan PPG. Mereka bilang gini nih, “Toh yang lulusan PPG belumnya tentu
pintar-pintar banget ketika disuruh mengajar.” Kalian pada nggak tahu aja
gimana perjuangan saya buat dapatin tuh serdik. Begitu banyak materi, tenaga
dan waktu yang telah saya korbankan untuk memperoleh serdik berikut dengan
embel-embel Gr. di belakang S.Pd. Zebeeel dengan orang yang hobinya ngebacot
tanpa isi gini.
Tetapi, di balik itu semua, PPG mengajarkan saya banyak arti serta
menjaga hati. Bersahabat dengan sobat missqueen
yang berbeda kampus, belajar bersama setiap harinya dari jam 08.00 s/d jam
18.00 dan nggak jarang hingga begadang, demi print out perangkat pembelajaran ketika akan melaksanakan UKIN.
Sekeren itu loh PPG. Oh ya, PPG subsidi sudah nggak ada lagi gengs, dan adanya sekarang
PPG mandiri dengan biaya yang nggak sedikit. Kuy cobain demi auto CPNS pas ikut SKB!
Omong-omong, saya ada sedikit kutipan yang didapat dari salah satu grup Telegram CPNS di ponsel pintar saya.
Isinya itu kira-kira begini, “Tetaplah menjadi seorang guru yang menomorduakan
dunia, lantas menomorsatukan ibadah.” Karena sejatinya kita akan ikhlas ketika
menerima keputusan apapun, sebab kita sadar rezeki sudah ada tempatnya
masing-masing. Nggak pakai melankolis ya bacanya. (❤ YD)
Tulisan ini sudah pernah terbit di Terminal Mojok. Silakan klik tautan di bawah ya! :)
https://mojok.co/terminal/nasib-sarjana-ppg-yang-katanya-nggak-pintar-pintar-amat-saat-mengajar/
Tulisan ini sudah pernah terbit di Terminal Mojok. Silakan klik tautan di bawah ya! :)
https://mojok.co/terminal/nasib-sarjana-ppg-yang-katanya-nggak-pintar-pintar-amat-saat-mengajar/
Comments
Post a Comment